Aqiqah Adalah Ibadah Seumur Hidup Sekali
Aqiqah Adalah Sebuah Ibadah - Lahirnya sang buah hati tentunya menjadi sebuah anugerah dan kebahagian bagi orang tua. Rasa syukurpun tak lupa dipanjatkan kepada Allah atas hadirnya sang buah hati dengan keadaan sehat. Banyak sekali cara mengungkapkan rasa syukur kepada Allah.
Dalam Islam mengungkapkan rasa syukur atas kehadiran sang buah hati biasanya disebut aqiqah. Ibadah aqiqah dilakukan dengan cara menyembelih binatang ternak lalu dibagikan kepada kerabat dan tetangga.
Secara bahasa, aqiqah berarti memotong (bahasa arab: al qat’u). Sedangkan menurut istilah, aqiqah merupakan proses pemotongan hewan sembelihan pada hari ke tujuh setelah bayi dilahirkan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Hewan yang digunakan untuk aqiqah biasanya hewan ternak seperti kambing.
Aqiqah dapat dilakukan di hari ke-7, ke-14, atau ke-21 setelah kelahiran si bayi. Untuk anak laki-laki diharuskan memotong dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan satu ekor kambing.
Sebelumnya kita harus tahu dulu mengenai pengertian ibadah aqiqah
Pengertian Aqiqah
Ubaid Ashmu’i dan
Zamakhsyari mengungkapkan bahwa menurut bahasa, aqiqh artinya rambut yang
tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Sedangkan menurut Al-Khathabi, aqiqah
ialah nama kambing yang disembelih untuk kepentingan bayi. Dinamakan demikian
karena kambing itu dipotong dan dibelah-belah. Ibnu faris juga menyatakan bahwa
aqiqah adalah kambing yang disembelih dan rambut bayi yang dicukur.
Adapun dalil yang
menyatakan bahwa kambing yang disembelih itu dinamakan aqiqah, antara lain
adalah hadits yang dikeluarkan Al-Bazzar dari Atta’, dari Ibnu Abbas secara
marfu’ :
“Bagi seorang anak
laki-laki dua ekor aqiqah dan anak perempuan seekor”.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan aqiqah adalah serangkaian ajaran
Nabi Saw untuk anak yang baru lahir yang terdiri atas mencukur rambut bayi,
memberi nama dan menyembelih hewan.
Sekarang sudah tahu kan pengertiannya ? Kita juga wajib tahu mengenai siapa yang bertanggugjawab untuk ibadah aqiqah ini.
Siapa Yang Bertanggung Jawab Dalam Ibadah Aqiqah ?
Pertama :
Kalangan Hambali dan Maliki, berpendapat bahwa yang bertanggungjawab atas
syariat aqiqah sesuai dengan khitab hadits yang telah disebutkan diatas, yaitu
orang tua laki – laki, sang ayah. Dikuatkan kembali oleh pendapat imam Ahmad
ketika ditanya mengenai seseorang yang belum diaqiqahkan oleh ayahnya bagaimana
hukumnya, beliau menjawab : kewajiban itu atas ayahnya.
Kedua :
Jika si anak memiliki harta dan mampu melakukannya sendiri, maka dia yang
bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Akan tetapi jika tidak mampu dan masih
memiliki ayah, maka ayahnya yang tanggungjawab. Sementara jika ia tidak mampu
dan tidak lagi memiliki ayah, maka kewajibannya bagi sang ibu. Sebagaimana
pendapat Ibnu Hazm adhzahiri.
Ketiga :
Yang berhak mengaqiqahkan anak, adalah mereka yang bertanggungjawab dalam
memberi nafkah atas kehidupan sehari – harinya ( wali ). Tidak mesti orang tua.
Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw, yang mengaqiqahkan cucu beliau
Hasan dan Husein. Karena menurut beberapa pendapat bahwa Ali kala itu sedang
dalam keadaan terhimpit. Ada yang mengatakan bahwa Ali sebelumhya memberikan
hewan aqiqah kepada Rasul untuk kedua puteranya. Yang jelas, ini merupakan
pendapat Imam Syafi’i, bahwa kewajiban aqiqah atas anak, kembali kepada orang
yang memelihara dan memberi nafkah padanya.
Keempat :
Yang bertanggungjawab atas aqiqah seorang anak, bukan ayah, bukan ibu dan bukan
orang yang memberi nafkah hidupnya. Melainkan tidak ada orang yang tertentu
yang diberikan kewajiban khusus untuk melaksanakan aqiqah. Sebagaimana di
hadits – hadits yang telah disebutkan tidak ada “ qayid “ yang jelas bahwa
kewajibannya khusus sang ayah, ibu, ataupun wali. Oleh karena itu sah – sah
saja jika yang malaksanakannya orang lain selain mereka, seperti paman, sanak
saudara atau bahkan orang asing sekalipun. Ini pendapat imam Ibnu Hajar dan
Syaukani.
Dari berbagai macam pendapat diatas, kita dapat menarik kesimpulan tidak ada
pendapat yang sepakat ditentukan oleh ulama mengenai siapa yang
bertanggungjawab dalam hal mengaqiqahkan sang anak. Maka menurut kami, yang
berhak pertama kali adalah sang ayah, kemudian wali atau orang yang
mengasuhnya, kemudian jika ada dari sanak saudaranya yang ingin
mengaqiqahkannya maka itu juga diperbolehkan.
Nah, sekarang kita juga wajib tahu mengenai hukum ibadah aqiqah. Agar yakin dan lebih mantap
Hukum Ibadah Aqiqah
Sebagimana diungkapkan
oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad fi Al-Islam, pendapat
para fuqoha tentang hukum aqiqah terbagi menjadi tiga.
Pertama adalah
pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah itu sunnah yang merupakan pendapat dari
Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Abu Tsaur.
Kedua, pendapat yang
menyatakan bahwa aqiqah itu adalah Wajib. ini merupakan pendapat dari Imam
Hasan Al - Bashri, Al-Laits Ibnu Sa'ad dan yang lainnya. Dasar pendapat mereka
adalah hadist yang diriwayatkan Muraidah dan Ishaq Bin Ruhawiah yang artinya :
"Sesungguhnya manusia itu pada hari kiamat akan dimintakan
pertanggungjawabannya atas Aqiqahnya seperti halnya pertanggungjawaban atas
lima waktunnya"
Ketiga, pendapat yang
menolak disyariatkannya Aqiqah, Ini adalah pendapat ahli fiqih Hanafiah. Mereka
berdasarkan pada hadist Abu Rafi, Bahwa Rasulullah pernah berkata kepada
Fatimah, "Jangan engkau mengaqiqahinya tetapi cukurlah rambunya".
Namun, dari mayoritas pada fuqoha berpendapat bahwa konteks
hadist tersebut justru menguatkan disunnahkan dan dianjurkannya aqiqah, sebab
Rasullulah sendiri telah mengaqiqahi Hasan dan Husein. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa mengaqiqahi anak itu sunnah dan diajurkan.
Komentar
Posting Komentar